Kamis, 05 November 2009

Peran dan Mekanisme Aksi dari Habbatus sauda’ (Bagian 2)

3. Sebagai antidiabetes mellitus (penyakit kencing manis)
Salah satu studi yang dilakukan oleh Al-Awadi dan Gumma (di institusi kedokteran, yang berhubungan dengan diabetes mellitus di Kuwait) melaporkan bahwa penggunaan nigella sativa dikombinasikan dengan beberapa tanaman obat (herbal medicine) lainnya (yang terdiri dari Myrr, Gum Olybanum, Gum Asofeetida, dan Aloe), pada tikus yang menderita diabetes mellitus, dapat menimbulkan efek hipoglikemia (penurunan kadar gula darah) secara bermakna. Dari studi diabetes mellitus lainnya menunjukkan bahwa terjadinya efek hipoglikemia pada pemberian nigella sativa ditentukan melalui adanya mekanisme aksi dari nigella sativa yang menghambat terjadinya proses glukoneogenesis (pembentukan glikogen [gula darah] baru dari pemecahan-pemecahan lemak dan protein tubuh) di hati. Volatile oil yang terkandung dalam ekstrak nigella sativa juga menimbulkan efek hipoglikemia yang bermakna pada hewanhewan uji kelinci yang menderita diabetes mellitus dan telah terinduksi oleh aloxan (tanpa adanya efek perubahan pada insulinnya).
Pada studi lebih lanjut, Bamosa et al melaporkan terjadinya penurunan kadar gula darah pada orang sehat yang menerima nigella sativa dengan dosis 2 x 1 g/hari. Studi paling mutakhir terpublikasi, yang dilakukan pada 55 penderita diabetes mellitus oleh Tissera MHA et al tahun 1998, melaporkan terjadinya penurunan kadar gula darah secara bermakna pada 72,7 % dari penderita diabetes mellitus yang menerima ekstrak minyak nigella sativa dengan dosis pemberiannya 2 x ½ sendok teh (2,5 ml)/hari , dengan cara diminum selama sebulan.
Sementara itu, terdapat juga studi yang pernah dilakukan di Indonesia, yaitu studi uji klinis efek hipoglikemia ekstrak jinten hitam (nigella sativa) pada penderita diabetes mellitus tipe 2, yang dilakukan oleh Ahmad dan Yasin, pada tahun 1998 di SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya – RSUD Dr Saiful Anwar, Malang, Jawa Timur. Studi tersebut dilakukan untuk mencari obat alternatif yang mampu mengendalikan kadar glukosa darah dengan menggunakan tanaman tradisional, dan untuk membuktikan efek hipoglikemik ekstrak jinten hitam (nigella sativa) pada penderita diabetes mellitus tipe 2 tersebut. Desain studi ini adalah uji klinis fase 2, open-lable, dengan jumlah subjek uji 5 orang penderita diabetes mellitus tipe 2 yang sativa (berasal dari Yayasan Achmad Ismail, Jeddah, Arab Saudi) dalam bentuk sediaan larutan suspensi dengan dosis pemberian 60 ml dengan cara diminumkan ke pasien setiap hari, dalam waktu 4 bulan. Hasil yang didapat dari studi ini adalah pemberian ekstrak nigella sativa (sediaan larutan tersuspensi) pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan dosis pemberian 60 ml setiap hari secara bermakna dapat menurunkan kadar gula darah (efek hipoglikemik) pada menit ke-90 dan ke-150 (p < 0,05 [p = 0,035 dan 0,026]) setelah diminumkan. Sedangkan pada menit ke-30 setelah penerimaan ekstrak tersebut tidak memberikan nilai yang bermakna
(p > 0,05 [p = 0,180]). Kemudian dari sisi keamanan (safety) dari pemberian ekstrak tersebut selama masa studi tidak ditemukan adanya keluhan atau efek samping obat (adverse event drugs) yang bermakna pada semua subjek ujinya. Selanjutnya, hasil studi tersebut dapat disimpulkan bahwa efek kerja (efficacy) dari ekstrak jinten hitam (nigella sativa) belum nampak jelas pada menit ke-30 pasca pemberiannya.namun demikian, efek kerjanya mulai jelas terlihat setelah menit ke-90 pasca pemberiannya, dan efek kerjanya semakin jelas dan meningkat setelah menit ke -150 pasca pemberiannya. Mekanisme hipoglikemiai yang terjadi selama masa studi tersebut masih diperkirakan pada beberapa aspek, yaitu menurunkan angka glukoneogenesis (proses pembentukan gula darahyang terjadi melalui pengubahan senyawa-senyawa yang bukan dari jenis glukosa [seperti lemak dan protein] dari tempat penyimpanan atau cadangannya di dalam tubuh), meningkatkan glikolisis (proses penghancuran glukosa di dalam suatu sel atau jaringan tubuh, yang akan digunakan sebagai salah satu bahan untuk memungkinkan terjadinya proses metabolisme tingkat selnya) di jaringan perifer, menghambat pengeluaran hormon kontra regulator, meningkatkan sekresi insulin, meningkatkan sensitivitas insulin pada sel-sel otot dan hati, dan menghambat proses absorbsi (penyerapan) glukosa di usus.
Penulis mendapatkan beberapa pengalaman klinis pada survei pasien-pasien kencing manis (diabetes mellitus) kronis, sekitar 5 sampai 10 pasien yang menerima habbatus sauda’, alhamdulillah, dari pasien yang telah divonis dokter dengan komplikasi sistemik (menyeluruh ke seluruh tubuhnya), dengan adanya borok yang sangat berbau (ulkus gangrene diabetes mellitus), kelainan nyeri dada (ischemic heart disease) dan stroke ringan-sedang, serta pengobatan rutinnya dengan insulin, sampai pasien diabetes mellitus berderajat ringan-sedang, dapat distabilkan/dinormalkan kadar gula darahnya, rata-rata minimal setelah pengonsumsian habbatus sauda’ (berbentuk kapsul) 1,5 hingga 2 bulan, dengan dosis pemberian 200 – 300 mg/kg berat badan, dibagi dalam 3 kali pemberian dengan cara diminum, setelah makan, dan juga dapat dikombinasi dengan minyak zaitun dengan dosis 3 kali dengan takaran ½ sampai 1 sendok teh setelah makan.

4. Sebagai antikolesterol
Mekanisme antikolesterol yang dihasilkan nigella sativa sama seperti yang telah dijelaskan pada studi-studi mekanisme nigella sativa sebagai antioksidan, yang secara umum berperan dalam penghambatan terjadinya proses peroksidase lipid non-enzimatik sel dan sebagainya. Salah satu studi paling mutakhir terpublikasi, yang dilakukan pada 17 penderita dislipidemia (kelainan kadar-kadar kolesterol, trigliseride, HDL, dan LDL dalam darah), berusia 40 sampai 70 tahun, oleh Tissera MHA et al pada tahun 1997, melaporkan terjadinya penurunan kadar-kadar kolesterol total, LDL, dan trigliseride, dan peningkatan kadar HDL secara bermakna pada para penderita dislipidemia yang menerima ekstrak minyak nigella sativa dengan dosis pemberian 2 x ½ sendok teh (2,5 ml)/hari, dengan cara diminum, selama 1 bulan.
Penulis mendapatkan beberapa pengalaman klinis pada survei pasien-pasien berpenyakit kelainan kadar kolesterol darah/dislipidemia, baik peningkatan trigliseride, kilomikron, dan LDL, sekitar 5 sampai 7 pasien, alhamdulillah, dapat distabilkan semuanya rata-rata minimal setelah menjalani pengobatan selama 1,5 sampai 2 bulan. Pengonsumsian habbatus sauda’ (berbentuk kapsul) dengan dosis pemberian 100 – 200 mg/kg berat badan, dibagi dalam 3 kali dengan cara diminumkan, setelah makan, dan dapat juga dikombinasi dengan minyak zaitun dengan dosis 3 kali dengan takaran ½ sampai 1 sendok teh setelah makan.

5. Sebagai BRM dan antikanker
Beberapa studi mutakhir melaporkan bahwa BRM (Biological Response Modiffier) dapat meningkatkan imunitas (jumlah sel darah putih dan proliferasi [pematangan] sel limfosit), hasil khemoterapi (terapi kimia untuk pengobatan kanker, seperti cyclophosphamide), dan terapi adjuvant (tambahan) pada hepatocarcinoma atau kanker hati (seperti fluouracyl), serta menghambat penurunan sel darah putih akibat pemberian khemoterapi (sebelumnya), penyebaran dan pertumbuhan kanker. BRM juga dilaporkan aman untuk penggunaan jangka panjang. Hasil studi-studi lainnya juga melaporkan bahwa BRM menunjukkan efek cytotoxic terhadap cell line kanker manusia, antikanker hati, imunomodulasi (peningkatan fungsi sel-sel limfosit T dan B, sel NK [natural killer], sel makrofage, sel CTL, produksi IL-2 dan 3, TNF-β4, dan menghambat apoptosis [pematian sel terprogram] secara spontan pada sel thymus normal). Studi mutakhir mengenai BRM yang dilakukan secara in vitro oleh Effendy, S., dan Reksodiputro, AH., Jakarta 2000, melaporkan bahwa ekstrak ethanol dapat menginduksi apoptosis , baik terhadap sel limfoid maupun sel kanker leukemia (non specific cells), BRM dapat memacu apoptosis selektif pada sel-sel kanker (mieloid) sampai dengan 52 %, BRM dapat meningkatkan viabilitas (pengaktifan) sel-sel imun – effector (limfoid) sampai 72 %, BRM dengan ethanol dapat meningkatkan efek potensiasi (penguatan) apoptosis terhadap sel kanker leukemia (salah satu kanker ganas sel darah putih), dan BRM dapat menimbulkan efek apoptosis pada sel kanker leukimia melalui jalur yang lebih spesifik daripada sifat umum jalur apoptosis yang dapat ditimbulkan oleh ethanol.
Studi BRM mutakhir lainnya yang dilakukan oleh Sajuthi, D., et al di Bogor tahun 2002 juga melaporkan bahwa peningkatan dosis BRM dapat menunjukkan peningkatan efektivitas penghambatan pertumbuhan sel-sel tumor dan kanker, melalui mekanisme kerja yang sinergis antara stimulasi sistem imun dan penghambatan aktivitas proses pembelahan sel-sel tumor/kanker dan peningkatan apoptosis sel tumor.
Ekstrak nigella sativa dianggap suatu BRM karena banyak studi-studi mutakhir yang menunjukkan bahwa ekstrak nigella sativa sangat beracun (toksik) terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel-sel kanker (cytotoxic). Dari studi-studi tersebut, ternyata zat-zat aktif utama dari ekstrak nigella sativa (thymoquinone dan dithymoquinone) dapat menghambat sel-sel tumor dan kanker, walaupun sel-sel ini telah kebal terhadap pengobatan antikanker sebelumnya, seperti cisplatine dan doxorubicine.
Studi mengenai aktivitas antikanker dari ekstrak nigella sativa pertama kali dilakukan oleh El-Kadi dan Kandil, yang melaporkan bahwa pemberian ekstrak nigella sativa akan memperkuat aktivitas sel-sel natural killer (NK) sebesar ± 200 – 300 % pada pasien-pasien yang menderita kanker dan sudah menjalani program pengobatan imunoterapi (salah satu jenis pengobatan kanker).
Studi lainnya yang dilakukan pada kasus-kasus keganasan secara topical (jaringan kulit), pada hewan uji tikus, menunjukkan bahwa ekstrak nigella sativa yang dikombinasikan dengan crocus sativus dapat menghambat dua tingkat fase pertumbuhan dan perkembangan, yaitu fase inisiasi dan fase promosi pada selsel kanker kulit (papilloma dan skin carcinoma formations). Pada studi ini juga menunjukkan bahwa ekstrak nigella sativa dapat menghambat terjadinya aktivitas 20-methylcholantrene yang diinduksi oleh kanker ganas jaringan lunak Sarkoma. Studi lebih lanjut menunjukkan bahwa ekstrak nigella sativa mengandung asam-asam lemak yang secara eksperimen dari jaringan/hewan uji (in vitro) dapat menimbulkan efek aktivasi penghancuran sel-sel kanker (cytotoxic) sebesar 50 % terhadap kanker-kanker hati (Ehrilch ascites carcinoma [EAC]), Dalton’s lymphoma ascites (DLA), dan sel kanker ganas Sarkoma-180, dan secara eksperimen dari hewan uji pada tikus dapat menghambat perkembangan EAC secara sempurna.
Thymoquinone dan dithymoquinone (suatu zat aktif yang terkandung dalam nigella sativa) memiliki efek aktivasi penghancuran sel-sel kanker (cytotoxic) lebih baik terhadap pertumbuhan sel-sel tumor/kanker yang telah 10 kali lebih kebal terhadap pemberian obat-obatan kanker doxorubicine dan etoposide. Pada studi lainnya, yang dilakukan pada tikus betina Swiss, menunjukkan bahwa thymoquinone menurunkan insidensi (angka kejadian) dan pelipatgandaan aktivitas benzo-α-pyrene dan 20-methylcholanthrene yang terinduksi oleh sel-sel kanker ganas fibrosarkoma yang terjadi sampai 70 %.
Pada studi lainnya, fraksi kromatografi kolum ethyl-acetat (CC5)pada ekstrak ethanol nigella sativa juga menunjukkan efek cytotoxic terhadap pertumbuhan beberapa sel-sel kanker yang berbeda, seperti Hep.G2, Molt.4, dan Lewis lung carcinoma – salah satu jenis kanker paru-paru. Pada studi selanjutnya dilaporkan bahwa CC5 dan α-hydrine (AH) yang terkandung dalam ekstrak nigella sativa menghasilkan suatu dosis dependen yang dapat menghambat laju pertumbuhan sel-sel tumor/kanker dan sebanding dengan penggunaan antikanker cyclophosphamide – salah satu obat kanker.
Studi-studi mutakhir terpublikasi mengenai efek nigella sativa melaporkan bahwa ekstrak nigella sativa – terutama zat-zat aktifnya, seperti thymoquinone – memiliki banyak khasiat penghambatan dan pematian terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan sel-sel kanker pada tubuh manusia. Di antaranya dapat berfungsi sebagai potentian chemopreventive, cytotoxic, antiangiogenic activity (aktivitas pertumbuhan faktor-faktor pembentukan formasi pembuluh-pembuluh darah baru pada proses keganasan/kanker). Dan hipoksia-induced angiogenesis [HIF-1α] (pada para pasien yang menderita kanker payudara, kolon [usus besar], dan prostat), dan pencetus apoptosis (pematian sel-sel kanker secara terprogram) pada pasien-pasien yang menderita kanker colorectal (usus besar).
Beberapa studi paling mutakhir terpublikasi, telah dilakukan oleh Notwood dan Farah. Norwood et al pada tahun 2006 telah melakukan studi klinis secara in vitro yang bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan mekanisme aksi dari beberapa antioksidan (scavenger of ROS – Reactive Oxygen Species [zat radikal bebas yang sangat reaktif di dalam tubuh – sangat mengganggu terjadinya proses metabolisme pada sel/jaringan tubuh, sehingga memungkinkan sekali terjadinya kerusakan daripadanya- yang terbentuk dari beberapa senyawa atau unsure yang mengandung oksigen]) yang dapat berperan sebagai agent khemoterapi, yaitu thymoquinone (nigella sativa), Epigallocatechin-3-gallate – EGCG (green tea), dsn 5-fluorouracil (5-FU), serta mengevaluasi dosis efektif dari ketiga antioksidan tersebut dalam pengobatan kanker usus besar. Hasil studi ini menunjukkan bahwa ketiga antioksidan tersebut dapat menimbulkan aksi peningkatan penghancuran sel kanker (apoptosis) dimulai sejak 24, 48, dan 72 jam setelah pemberian dan faktanya mulai bekerja dari kedua antioksidan tersebut (thymoquinone dan EGCG) hamper sama dengan 5-FU. Adanya data ini dapat dijadikan sebagai suatu kesimpulan bahwa thymoquinone (nigella sativa) dan EGCG (green tea) secara in vitro dapat berperan sebagai sebagai suatu agent khemoterapi seperti agent khemoterapi lainnya yang sudah standar (yaitu 5-FU) pada pengobatan kanker kolon.
Sebelumnya Farah et al pada tahun 2005 juga telah melakukan studi klinis secara in vitro yang bertujuan untuk menentukan perbandingan aspek kemanfaatan (efficacy aspect) dan aspek keamanan (safety aspect) thymoquinone (Black Seed) dengan vitamin E terhadap dampak metabolisme tingkat sel, dari sel A549 (MDA) yang dikultur selama 24, 48, dan 72 jam. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa thymoquinone secara bermakna menurunkan level MDA selama masa studi. Sebaliknya, vitamin E menimbulkan efek toksisitas dan kerusakan sel A549 tersebut lebih besar disbanding efek proteksi selnya.
Data lainnya yang didapat adalah 24 jam setelah pemberian thymoquinone – terhadap sel A549 tersebut – menunjukkan adanya aktivitas perbaikan/pemulihan (berupa sintesis protein) metabolisme tingkat sel tertinggi disbanding vitamin E. setelah 72 jam pemberian thymoquinone aktivitas pemulihan metabolisme tingkat sel ini mulai mengalami penurunan sampai tingkat terendah, begitu juga dengan pemberian vitamin E. kemudian jumlah sel yang mengalami kerusakan atau kelainan perkembangan (akibat terjadinya metabolisme sel A549 tersebut), juga mengalami penurunan secara bermakna setela 24 jam pemberian thymoquinone dan masih terus mengalami penurunan yang bermakna selama masa studi tersebut, disbanding dengan pemberian vitamin E. Adanya data ini dapat dijadikan sebagai suatu kesimpulan bahwa thymoquinone (Black Seed) memiliki efektivitas yang sangat besar terhadap viabilitas (keutuhan/kehidupan) dan fungsi suatu sel.
Studi-studi mutakhir lainnya juga menunjukkan bahwa thymoquinone juga dapat mencegah beberapa efek samping yang ditimbulkan dari pengobatan-pengobatan kanker terhadap tubuh, seperti CCl4 (toksik pada hati dan ginjal) dan lain-lain.
Penulis mendapatkan beberapa pengalaman klinis pada survei pasien-pasien yang mengalami kanker leukemia, tumor payudara, dan peningkatan kadar hiperbilirubin akibat penyakit hati/sirosis hepatic, sekitar 5 pasien. Alhamdulillah, seorang pasien telah mengalami penurunan kadar bilirubin secara bermakna (dari 11 menjadi 2 – 3 skala laboratorium standar) dalam waktu 3 hari, tiga pasien yang lain mengalami penurunan angka leukosit (dari 145.000 menjadi 5.000 – 7.000 skala laboratorium standar) dalam waktu rata-rata minimal 1 bulan – tanpa menggunakan khemoterapi, dan seorang pasien lagi mengalami penghilangan tumor payudara – berdasarkan pemeriksaan klinis spesialis bedah dan pemeriksaan CT-scan dan pencitraan standar lainnya. Pengonsumsian habbatus sauda’ (bentuk kapsul) dengan dosis pemberian 100 – 200 mg/kg berat badan, dibagi dalam 4 – 5 kali pemberian kepada pasien dengan diminumkan, setelah makan, dan dapat juga dikombinasi dengan minyak zaitun dan madu cair dengan dosis 3 kali dan takaran 1 sendok teh setelah makan.


(Bersambung ke "Peran dan Mekanisme Aksi dari Habbatus sauda’ (Bagian 3)")

Tidak ada komentar: